TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI #
PASAR TIDAK SEHAT – KASUS MONOPOLI
Disusun oleh :
SARASWATI.H
2A214047
2EB30
Dosen : Widiyarsih
UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2016
PT HM Sampoerna Tbk
Generasi ketiga keluarga Sampoerna, Putera
Sampoerna, mengambil alih kemudi perusahaan pada tahun 1978. Di bawah
kendalinya, Sampoerna berkembang pesat dan menjadi perseroan publik pada tahun
1990 dengan struktur usaha modern, dan memulai masa investasi dan ekspansi.
Selanjutnya Sampoerna berhasil memperkuat posisinya sebagai salah satu perusahaan
terkemuka di Indonesia.
Keberhasilan Sampoerna menarik perhatian
Philip Morris International Inc. (PMI), salah satu perusahaan rokok terkemuka
di dunia. Akhirnya pada bulan Maret 2005, PT Philip Morris Indonesia, afiliasi
dari PMI, mengakuisisi kepemilikan mayoritas atas Sampoerna.
Keluarga Putera Sampoerna dan sejumlah pemegang saham lain
menjual sahamnya sebanyak 40% di PT HM Sampoerna kepada Phillip Morris
International Inc. pada Tanggal 18 Maret 2005. Produsen rokok asal Amerika
Serikat itu, lewat anak usahanya PT Phillip Morris Indonesia, membeli saham
Sampoerna dengan harga Rp 10.600 per lembar senilai US$ 2 miliar (Rp 18,6
triliun).
Siaran pers Phillip Morris menyebutkan, Phillip Morris telah
menandatangani perjanjian untuk mengakuisisi 40% saham Sampoerna, termasuk
saham milik DuBuis Holding Limited. DuBuis merupakan perusahaan yang
dikendalikan Putera Sampoerna. Setelah akuisisi 40% saham itu rampung, Phillip
Morris melakukan penawaran tender untuk membeli sisa saham Sampoerna milik
publik. Saham Sampoerna milik masyarakat dibeli dengan harga Rp 10.600 per
lembar. Harga penawaran ini premium (Iebih tinggi) 20% dibanding harga saham
Sampoerna pada 10 Maret 2005 sebesar Rp 8.850 per lembar. Dengan asumsi semua
dibeli lewat tender, nilai perusahaan Sampoerna mencapai Rp 48 triliun (US$ 5,2
miliar). Nilai itu termasuk utang perusahaan sebesar Rp 1,5 triliun.
Pembelian saham HM Sampoerna oleh Philip Morris
International (PMI) dengan nilai transaksi diperkirakan mencapai US$ 5,2
miliar akan semakin mengukuhkan posisi Philips Morris di pasar rokok dunia.
Meski dibayangi keluarnya perda larangan merokok, Philip Morris tak gentar dan
tetap meyakini pasar rokok di Indonesia yang saat ini menduduki peringkat
kelima dunia akan terus tumbuh.
"Ambisi kami adalah bersama-sama akan menjadi pemimpin
pasar di Indonesia, sebaik pertumbuhan rokok Marlboro. Untuk berpartisipasi
secara penuh di pasar Indonesia, anda harus menyuguhkan apa yang diinginkan
konsumen," kata Chief Executive Altria yang merupakan induk dari PMI Louis
Camilleri
Ekspansi besar-besaran Philip Morris ini adalah dalam
rangka memperluas pangsa pasar internasionalnya setelah pangsa pasarnya di AS
mendapat hambatan dari pemerintah AS. Selain itu juga pasar PMI terdesak oleh
meningkatnya kepedulian atas risiko kesehatan akibat rokok terutama di AS dan
Eropa.
"Pasar di AS tidak tumbuh pada level yang diharapkan.
Selain itu juga bakal munculnya hambatan bagi perokok di Eropa Barat. Sementara
di beberapa negara berkembang, ancaman itu tidak ada," kata analis dari
Argus, Erin Smith.
Pada Tahun 2004, penjualan domestik Philip Morris hanya tumbuh 3
persen menjadi US$ 17,51 miliar, sementara penjualan internasionalnya justru
melonjak hingga 18 persen menjadi US$ 39,54 persen. Selain itu, pembelian
Sampoerna, akan menjadikan PMI sebagai produsen rokok
terbesar kedua di Indonesia.
Menurut Camilleri, PMI AS dan bisnis rokok internasionalnya akan
membuatnya menjadi perusahaan rokok yang tercatat di bursa terbesar di dunia.
Dengan transaksi senilai US$ 5,2 miliar ini akan memuluskan langkah PMI di
pangsa kretek yang selama ini menguasai pangsa pasar Indonesia hingga 92 persen
atau sekitar 210 miliar batang. Sementara PMI dengan produk andalannya Marlboro
hanya menguasai 8 persennya.
Penawaran senilai Rp 48,62 trilyun itu dinilai mengejutkan
karena Phillip Morris berani mengajukan penawaran setinggi itu di tengah
kekhawatiran menurunnya kinerja industri rokok karena isu kesehatan. Dengan
adanya akuisisi tersebut, Phillip Morris masih berencana untuk memperluas pasarnya,
serta menutup kerugian yang terjadi akibat kampanye anti rokok serta pembatasan
yang diakibatkan penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok di negara
lain. Indonesia, dengan jumlah populasi sekitar 213 juta jiwa, adalah negara
dengan konsumsi rokok terbesar kelima, setelah China, Amerika Serikat, Jepang,
dan Rusia.Sekitar 70% penduduk laki-Iaki di Indonesia adalah perokok dan jumlah
wanita perokok di negara ini juga terus bertambah. Kondisi seperti ini dinilai
sebagai pasar yang besar untuk industri rokok manapun.
OPINI
Dari penjelasan dia atas dapat dilihat bahwa Philip Morris
International (PMI) mengakusisi PT HM Sampoerna karena Philip Morris ingin
merajai pangsa pasar Industri rokok di Indonesia , setelah pangsa pasarnya di
AS mendapat hambatan dari pemerintah AS. Selain itu juga PMI terdesak oleh
meningkatnya kepedulian atas risiko kesehatan akibat rokok terutama di AS dan
Eropa tetapi kurang berlaku di Asia. Dengan bisnis rokok kretek di
dalam negeri cukup besar hingga mencapai sekitar 92 % dari total konsumsi rokok. Maka dari itu PMI mengakusisi PT
HM Sampoerna .
Dalam kasus
ini UU yang dikenai pasal 19 Huruf D Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam
Pasal 19 Huruf D disebutkan “ Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau
beberapa kegiatan , baik sendirian maupun bersama pelaku usaha lain , yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau pasar tidak sehat berupa
melakukan praktek diskriminasi dan akusisi terhadap pelaku usaha tertentu “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar