Studentsite

http://studentsite.gunadarma.ac.id/

Rabu, 08 Juni 2016

Contoh Kasus Pasar Tidak Sehat- Kasus Monopoli Manajer akusisi

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI #
PASAR TIDAK SEHAT – KASUS MONOPOLI

Disusun oleh :
SARASWATI.H
2A214047
2EB30


Dosen : Widiyarsih


UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2016



PT HM Sampoerna Tbk
Generasi ketiga keluarga Sampoerna, Putera Sampoerna, mengambil alih kemudi perusahaan pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, Sampoerna berkembang pesat dan menjadi perseroan publik pada tahun 1990 dengan struktur usaha modern, dan memulai masa investasi dan ekspansi. Selanjutnya Sampoerna berhasil memperkuat posisinya sebagai salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia.
Keberhasilan Sampoerna menarik perhatian Philip Morris International Inc. (PMI), salah satu perusahaan rokok terkemuka di dunia. Akhirnya pada bulan Maret 2005, PT Philip Morris Indonesia, afiliasi dari PMI, mengakuisisi kepemilikan mayoritas atas Sampoerna.
Keluarga Putera Sampoerna dan sejumlah pemegang saham lain menjual sahamnya sebanyak 40% di PT HM Sampoerna kepada Phillip Morris International Inc. pada Tanggal 18 Maret 2005. Produsen rokok asal Amerika Serikat itu, lewat anak usahanya PT Phillip Morris Indonesia, membeli saham Sampoerna dengan harga Rp 10.600 per lembar senilai US$ 2 miliar (Rp 18,6 triliun).
Siaran pers Phillip Morris menyebutkan, Phillip Morris telah menandatangani perjanjian untuk mengakuisisi 40% saham Sampoerna, termasuk saham milik DuBuis Holding Limited. DuBuis merupakan perusahaan yang dikendalikan Putera Sampoerna. Setelah akuisisi 40% saham itu rampung, Phillip Morris melakukan penawaran tender untuk membeli sisa saham Sampoerna milik publik. Saham Sampoerna milik masyarakat dibeli dengan harga Rp 10.600 per lembar. Harga penawaran ini premium (Iebih tinggi) 20% dibanding harga saham Sampoerna pada 10 Maret 2005 sebesar Rp 8.850 per lembar. Dengan asumsi semua dibeli lewat tender, nilai perusahaan Sampoerna mencapai Rp 48 triliun (US$ 5,2 miliar). Nilai itu termasuk utang perusahaan sebesar Rp 1,5 triliun.
 Pembelian saham HM Sampoerna oleh Philip Morris International (PMI) dengan nilai transaksi diperkirakan mencapai US$ 5,2 miliar akan semakin mengukuhkan posisi Philips Morris di pasar rokok dunia. Meski dibayangi keluarnya perda larangan merokok, Philip Morris tak gentar dan tetap meyakini pasar rokok di Indonesia yang saat ini menduduki peringkat kelima dunia akan terus tumbuh.
"Ambisi kami adalah bersama-sama akan menjadi pemimpin pasar di Indonesia, sebaik pertumbuhan rokok Marlboro. Untuk berpartisipasi secara penuh di pasar Indonesia, anda harus menyuguhkan apa yang diinginkan konsumen," kata Chief Executive Altria yang merupakan induk dari PMI Louis Camilleri
Ekspansi besar-besaran Philip Morris ini adalah dalam rangka memperluas pangsa pasar internasionalnya setelah pangsa pasarnya di AS mendapat hambatan dari pemerintah AS. Selain itu juga pasar PMI terdesak oleh meningkatnya kepedulian atas risiko kesehatan akibat rokok terutama di AS dan Eropa.
"Pasar di AS tidak tumbuh pada level yang diharapkan. Selain itu juga bakal munculnya hambatan bagi perokok di Eropa Barat. Sementara di beberapa negara berkembang, ancaman itu tidak ada," kata analis dari Argus, Erin Smith.
Pada Tahun 2004, penjualan domestik Philip Morris hanya tumbuh 3 persen menjadi US$ 17,51 miliar, sementara penjualan internasionalnya justru melonjak hingga 18 persen menjadi US$ 39,54 persen. Selain itu, pembelian Sampoerna, akan menjadikan PMI sebagai produsen rokok
terbesar kedua di Indonesia.
Menurut Camilleri, PMI AS dan bisnis rokok internasionalnya akan membuatnya menjadi perusahaan rokok yang tercatat di bursa terbesar di dunia. Dengan transaksi senilai US$ 5,2 miliar ini akan memuluskan langkah PMI di pangsa kretek yang selama ini menguasai pangsa pasar Indonesia hingga 92 persen atau sekitar 210 miliar batang. Sementara PMI dengan produk andalannya Marlboro hanya menguasai 8 persennya.
Penawaran senilai Rp 48,62 trilyun itu dinilai mengejutkan karena Phillip Morris berani mengajukan penawaran setinggi itu di tengah kekhawatiran menurunnya kinerja industri rokok karena isu kesehatan. Dengan adanya akuisisi tersebut, Phillip Morris masih berencana untuk memperluas pasarnya, serta menutup kerugian yang terjadi akibat kampanye anti rokok serta pembatasan yang diakibatkan penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok di negara lain. Indonesia, dengan jumlah populasi sekitar 213 juta jiwa, adalah negara dengan konsumsi rokok terbesar kelima, setelah China, Amerika Serikat, Jepang, dan Rusia.Sekitar 70% penduduk laki-Iaki di Indonesia adalah perokok dan jumlah wanita perokok di negara ini juga terus bertambah. Kondisi seperti ini dinilai sebagai pasar yang besar untuk industri rokok manapun.

OPINI
Dari penjelasan dia atas dapat dilihat bahwa Philip Morris International (PMI) mengakusisi PT HM Sampoerna karena Philip Morris ingin merajai pangsa pasar Industri rokok di Indonesia , setelah pangsa pasarnya di AS mendapat hambatan dari pemerintah AS. Selain itu juga PMI terdesak oleh meningkatnya kepedulian atas risiko kesehatan akibat rokok terutama di AS dan Eropa tetapi kurang berlaku di Asia. Dengan  bisnis rokok kretek di dalam negeri cukup besar hingga mencapai sekitar 92 % dari total konsumsi rokok. Maka dari itu PMI mengakusisi PT HM Sampoerna .
Dalam kasus ini UU yang dikenai pasal 19 Huruf D Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam Pasal 19 Huruf D disebutkan “ Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan , baik sendirian maupun bersama pelaku usaha lain , yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau pasar tidak sehat berupa melakukan praktek diskriminasi dan akusisi terhadap pelaku usaha tertentu “